Loop Institute of Coaching

Semua Bertumbuh dan Berkembang dengan Coaching 

Berbicara tentang coaching sebagai salah satu metode pengembangan diri yang ramai diperbincangkan saat ini, ada sedikit bocoran yang ingin saya ceritakan di sini. Bahwa untuk menjadi seorang professional coach, salah satu kompetensi yang perlu dimiliki versi ICF (International Coaching Federation) adalah embodies coaching mindset  atau mewujudkan pola pikir coaching.

 

Inti dari kompetensi ini adalah bahwa bagi seorang coach penting untuk selalu mengingat atau menanamkan pada diri sendiri bahwa keberadaannya dalam program atau proses coaching sepenuhnya untuk kepentingan coachee, untuk pengembangan coachee; percaya sepenuhnya pada potensi kemampuan yang dimiliki oleh coachee; serta terus memperbaiki dan mengambangakan kemampuan diri dalam rangka memberikan yang terbaik kepada coachee. Mengembangkan kemampuan coaching pada diri seorang coach ini salah satunya bisa dari interaksi dengan coachee sendiri, yaitu dengan selalu melakukan refleksi diri hingga memunculkan kesadaran-kesadaran tertentu lalu melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Di sinilah kita dapat bertumbuh dan berkembang dengan coaching.

 

Satu pengalaman saya saat menjalani peran sebagai seorang coach, dan membuat saya bertumbuh dan berkembang dengan coaching. Saya menemui seorang coachee yang diagendakan menjalani tiga kali sesi coaching. Sesi pertama dan kedua berjalan lancar, sesuai dengan tanggal yang telah disepakati bersama.  Sesi ketiga ternyata menjadi sesi yang tak kunjung terjadi. Mulanya beralasan dengan kesibukan, sampai tak pernah memberi respon ketika ditanya kapan ia ingin melakukan sesi coaching kembali.

 

Sebagai manusia biasa, timbul perasaan kesal dan banyak pertanyaan dalam diri saya, apa yang menyebabkan coachee saya bersikap demikian. Sepertinya saya sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang coach, termasuk menjaga kesepakatan waktu yang telah disetujui bersama di awal program. Saat saya konsultasikan kondisi ini kepada beberapa rekan dan mentor, banyak feedback yang saya dapatkan. Diantaranya adalah kemungkinan rapport (kedekatan) yang belum terjalin dengan baik antara saya dan coachee. Bisa juga karena saya lebih memposisikan sebagai orang yang membutuhkan coachee (demi mengumpulkan jam terbang) ketimbang coachee yang membutuhkan saya. 

“proses coaching sesungguhnya tak hanya membuat coahee berkembang, tapi coach pun ikut bertumbuh” 

 

Semua kemungkinan tadi bisa jadi sangat benar. Tapi saya merasa belum terjawab sepenuhnya kenapa hal ini terjadi dan saya merasa kesal hingga saya tetap bingung harus bersikap atau melakukan apa untuk perbaikan kedepannya. Saya pun terus melakukan refleksi diri lebih dalam lagi selain berkonsultasi dengan mentor saya. Diantara waktu refleksi diri saya, akhirnya saya menyadari bahwa perasaan kesal datang dari ego diri saya yang ingin memenuhi kepentingan saya sendiri. Kepentingan untuk dihargai sebagai orang yang telah “membantu” persoalan orang lain (coachee). Kepentingan untuk diakui bahwa saya sudah berkorban waktu dan tenaga untuk coachee. Tentu saja hal tersebut sudah keluar dari prinsip dimana coach dalam proses coaching sepenuhnya untuk kepentingan klien atau coachee. Dan pantas saja jika tak terjadi rapport yang baik dan coachee semakin menjauh. 

Tak mau kejadian yang sama berulang kembali, saya mulai memperbaiki diri. Tiap akan memulai satu sesi coaching saya menggunakan waktu khusus untuk memastikan kembali niat saya untuk melakukan sesi coaching ini. Saya tanamkan lagi dalam hati dan pikiran saya bahwa saat ini kepentingan perkembangan coachee lah yang terpenting. Seratus persen waktu dan perhatian saya pada saat proses coaching hanya untuk coachee.

 

Tak disangka, setelah saya melakukan perbaikan, apresiasi langsung diberikan oleh seorang coachee saya di tengah sesi coaching kami. Ia bahkan meminta untuk menambah sesi coaching karena merasa sesi coaching yang kami lakukan memberi perubahan dalam kehidupannya. Saya pun bersyukur dan senang dengan apresiasi yang coachee saya berikan. Namun perasaan paling bahagia bagi saya adalah ketika melihat perubahan atau perkembangan positif dari coachee dengan kekuatan-kekuatan yang mereka miliki. Dan tentu saja saya juga perlu berterima kasih kepada coachee saya karena setiap respon yang mereka berikan, interaksi dengan mereka membawa saya pada setiap refleksi diri yang akhirnya semakin meng-asah kemampuan saya sebagai seorang coach. Sehingga bisa dikatakan bahwa proses coaching sesungguhnya tak hanya membuat coachee berkembang, tapi coach pun ikut bertumbuh.

Artikel karya: Anggi Anggraeni, LCPC – CPCP 37

Scroll to Top
Scroll to Top