Loop Institute of Coaching

Home » Artikel » Peran Coaching dalam Pengembangan dan Karir Karyawan dengan Konsep 70:20:10

Peran Coaching dalam Pengembangan dan Karir Karyawan dengan Konsep 70:20:10

Pengembangan dan pelatihan karyawan di suatu organisasi atau perusahaan adalah hal yang mutlak dan sangat penting serta kritikal dalam membentuk dan memastikan para karyawan memiliki kompetensi sesuai dengan akuntabilitas dan tuntutan jabatannya sehingga karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang ditargetkan oleh organisasi atau perusahaan. Karyawan yang kompeten akan berkinerja baik yang akhirnya akan berkontribusi terhadap tingkat produktivitas dan tujuan organisasi atau perusahaan. 
 
Dalam tiga tahun terakhir ini, efektivitas pengembangan yang sebagian besar formatnya berupa pelatihan dipertanyakan oleh kalangan industri yang telah menginvestasikan cukup banyak biaya, waktu dan energi. Fakta juga menunjukkan bahwa pengembangan karyawan juga sering dimaknai sebagai pelatihan dan bentuk-bentuk pengembangan yang lain acap kali kurang mendapatkan perhatian. Ada pernyataan “Pelatihan itu mahal, tapi lebih mahal jika tanpa pelatihan”. Artinya pelatihan memang diperlukan untuk membekali para karyawan dengan kompetensi yang dibutuhkan dan jika karyawan tidak kompeten karena tidak diberi pelatihan, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk mencapai targetnya kerena mempekerjakan orang yang kurang kompeten.
 
Dalam banyak kasus, pelatihan yang diberikan kepada para karyawan tidak ditindak lanjuti dengan serius dan cukup memadai untuk memastikan para peserta menerapkan kompetensi yang diperoleh selama mengikuti pelatihan sehingga pelatihan seolah-olah dianggap sebagai hal yang “nice to have” atau berfungsi sebagai pelengkap saja. Sebagai upaya untuk memastikan efektivitas pelatihan atau pengembangan karyawan, mari kita telaah peran coaching dalam Pengembangan dan karir Karyawan dengan konsep 70:20:10 yang dirincikan dengan bagan berikut ini.

 

Dari bagan di atas, pelatihan atau training yang termasuk dalam kategori Belajar dari Kursus/Pelatihan terstruktur (Learn through structured courses) diberikan porsi cukup 10% saja. Yang termasuk dalam kategori ini adalah program-program terstruktur, workshop, seminar, pengembangan profesional, E-learning dan juga membaca buku.
 
Bagian kedua yang mendapat porsi 20% adalah Belajar dari orang lain (learn through other people) yang meliputi mentoring coaching, umpan balik (feedback) informal, jaringan (network) internal dan external, kerjatim dan asosiasi profesi (professional association)
 
Bagian terakhir yang mendapatkan porsi paling besar adalah Belajar dari pengalaman (Learn through experience) sebesar 70%. Bagian terbesar ini termasuk pengalaman di tempat kerja (on-the-job experience), menerapkan pembelajaran baru dalam situasi nyata (applying new learning in real situations), memecahkan masalah (solving problems), penugasan khusus (special assignment), projects, pekerjaan baru dalam jabatannya, penambahan rentang kewenangan (increasing span of control), penugasan ke bagian lain (exposure to other departments) dan penugasan-penugasan yang menantang (stretch assignments).

Merujuk kepada konsep pengembangan karyawan di atas, coaching mendapatkan peran yang sangat penting, berada di Learn through other people. Namun, harus kita akui bahwa dalam prakteknya di beberapa perusahaan terutama dunia industri tambang, coaching mendapatkan pemaknaan yang cukup beragam. Hingga tahun 2000an, coaching sering diartikan sebagai teguran kepada karyawan yang melakukan kesalahan atau orang yang bermasalah dengan cara marah-marah bahkan sarkastik atau berupa ancaman “Awas nanti saya coaching kau” atau setelah marah-marah, seorang atasan akan menutup pembicaraannya dengan mengatakan “Ini coaching ya!” Cukup memprihatinkan sehingga banyak orang yang ”antipati” ketika mendengar kata coaching yang dimaknai negatif.

Dalam perkembangan berikutnya, coaching dimaknai lebih baik yaitu percakapan yang bertujuan untuk membantu orang lain meningkatkan kinerjanya sehingga dalam prakteknya, coaching seringkali tercampur dengan mentoring atau berbagi pengetahuan (sharing knowledge).
 
Sir John Whitmore dalam bukunya Coaching for Performance menyatakan:
“Coaching is unlocking a person’s potential to maximize his or her own performance, its helping them to learn rather than teaching them.”
 
Coaching membuka kunci dari potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Hal tersebut membantu mereka untuk belajar melalui proses coaching bukan dengan mengajari mereka. Coaching membantu coachee untuk menggali pikirannya dan membuat proses belajar dari diri mereka.
 
Definisi coaching dari Natalie Ashdown dalam “Bring out Their Best”: “Coaching is a powerful technique of listening and questioning that enables a person to gain awareness and identify where they want to be, where they are now, what options they have to move forward and what they will actually do to move forward”.

Coaching adalah teknik yang sangat kuat dalam Mendengarkan (Listening Skills) dan Bertanya (Questioning Skills) yang memungkinkan seseorang mendapatkan kesadaran dan mengidentifikasi diri mereka ingin menjadi seperti apa, dimana mereka sekarang, apa pilihan yang mereka miliki untuk membuat mereka bergerak maju dan apa tindakan yang benar-benar akan dilakukan untuk bergerak maju sesuai nilai (value), apa yang diyakini (belief), prioritas dan sumberdaya yang dimiliki.

 
International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:
 
“Hubungan kemitraan dengan individu melalui proses kreatif yang ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional dirinya.”
Dari definisi di atas kita bisa menyimpulkan:
  • Coaching merupakan bentuk kemitraan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan
  • Coaching melibatkan proses kreatif dimana seorang coachee diajak untuk berpikir, menemukan ide-ide, dan membuat strategi
  • Coaching membuat coachee sadar terhadap potensi dan kekuatan yang dimilikinya dan punya kemauan untuk memaksimalkan semua itu.

Dengan paparan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa coaching berperan sangat strategis dalam pengembangan karyawan guna mewujudkan karyawan yang kompeten dan secara optimal mampu mengembangkan potensinya yang berkontribusi terhadap pencapaian kinerja dan pengembangan karirnya.

 

Untuk mengembangkan kompetensi dan karirnya secara optimal, seorang karyawan sebaiknya dibantu oleh seorang Coach untuk “unlock” potensial yang dimilikinya melalui interaksi yang terstruktur, terukur dan intensif guna membuka potensi-potensi “tersembunyi” atau blind spotsyang dimilikinya dan mengoreksi keyakinan yang membatasi (limiting belief) yang menjadi penghambat untuk peningkatan dirinya. Seorang Coach juga akan berperan sebagai mitra terpercaya dalam pengembangan karir seseorang dan “sparing partner” dalam perjalanan meniti karir.
 
Harus diakui bahwa praktek coaching yang fungsional dan profesional di lingkungan industri, khususnya industri atau perusahaan tambang masih harus banyak diupayakan. Upaya ini mesti dimulai dari pemahaman yang tepat dari level manajemen atau pimpinan perusahaan dan praktek nyata dimana para pimpinan akan menjadikan diri mereka sebagai contoh nyata (living example) dalam menerapkan coaching sehingga proses pengembangan karyawan dapat secara optimal mencapai targetnya yaitu karyawan yang kompeten, kapabel dan bermotivasi tinggi yang dapat diandalkan guna mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
 
Referensi: – Vale Development Program, Toronto 2019 – Pre-Reading – Loop Certified Professional Coach Program, Jakarta 2020

Artikel karya: Eko Nugroho, LCPC – CPCP 37

Scroll to Top
Scroll to Top