Setiap orang tua pasti memiliki harapan untuk dapat memberikan kepada anak-anaknya yang terbaik dalam segala hal. Memberi pendidikan dengan memilihkan sekolah favorit dan terbaik, fasilitas lengkap, sandang, pangan, papan yang lebih dari kata cukup. Namun nyatanya tidak mampu mendekatkan anak pada orang tua secara batin, karena tidak terpenuhinya kekosongan ruang disudut hatinya. Anak tidak punya teladan (role model) yang baik.
Kehadiran orang tua begitu besar poinnya dimata anak. Hadir bukanlah keharusan 24 jam kita berada di dekat anak, namun ketika kita ada di dekat anak kita mampu, sadar, penuh, hadir, utuh untuk mereka.
Akibatnya banyak sekali orang tua yang merasa kesulitan berkomunikasi dengan anak, utamanya anak usia remaja. Ketidak singkronan yang dirasakan orang tua terhadap anak dan juga sebaliknya. Satu sama lain dengan sudut pandangnya masing-masing, tanpa bisa saling memahami apa alasan dibaliknya. Karena kebanyakan saat ini peran orang tua berubah fungsi hanya membesarkan dan memfasilitasi secara fisik saja, bukan mendidik dan membersamai dalam tumbuh kembangnya.
Di zaman sekarang banyak sekali informasi dan pengetahuan tentang berbagai macam pola asuh terhadap anak dan bagaimana dampak-dampaknya bagi anak-anak tersebut di masa depan mereka. Selain itu juga kita semua para calon orang tua maupun para orang tua sudah bias memilih untuk menggunakan model pola asuh mana yang terbaik untuk perkembangan anak.
Salah satu gaya pengasuhan yang paling efektif di era saat ini adalah coaching. Dan gaya komunikasi coaching adalah sebuah metode yang mampu membangun sebuah percakapan yang bermakna, yang di dalamnya ada proses saling menghargai dan memandang orang lain termasuk anak kita , sebagai pribadi, sosok manusia yang Tuhan telah berikan kelebihan, keterbatasan dan keunikannya masing-masing. Saling percaya dan terbuka, menghargai tanpa menghakimi.
Lihat video Coaching untuk Anak dan Remaja!
Maka setiap orang tua sangatlah penting memiliki kemampuan coaching, untuk bisa mengasah kemampuan mendengarkan, fokus, menangkap apa yang bukan hanya yang tersampaikan dalam kata, tersurat namun juga tersirat dalam pola perilaku dan bahasa tubuh. Serta menggali lebih dalam akan kekuatan diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang powerful. Yang memberikan kesadaran baru, membuka sudut pandang, melihat banyak sumber daya dan potensi yang dimiliki, serta opsi yang bisa di bangun untuk fokus pada solusi dari setiap permasalahan.
Menurut Diana Sterling seorang Parents Coach, pada anak usia 0-6 tahun, orang tua berperan sebagai teacher yang menanamkan norma dengan banyak memberitahu mana yang baik atau benar dan mana yang tidak serta membentuk aturan-aturan baku dalam berperilaku. Lalu pada anak usia 7-12 tahun, orangtua berperan sebagai administrator dengan lebih banyak bersikap mengingatkan saja dari aturan-aturan yang sudah dibiasakan.
Terakhir orang tua berperan sebagai coach untuk anak usia 12 tahun ke atas dimana orang tua akan lebih banyak melakukan diskusi dan banyak bertanya kepada anak karena pada dasarnya anak sudah dapat berpikir secara konseptual dan sudah dapat 3 menilai sendiri apa yang benar dan baik dan mana yang tidak. Idealnya, jika orang tua melakukan perannya sesuai dengan tahapan usia anak seperti yang dijelaskan di atas, maka tak perlu lagi ada emosi yang meledak-ledak dan perdebatan yang tak berujung.
Baca juga artikel Pengembangan Potensi Diri Pada Remaja Melalui Coaching!
Artikel karya: Rahma Kalenina Kusumaningtyas, LCPC – batch 54