Perbedaan antar-generasi adalah tantangan leader jaman now. Apakah Anda juga mengalaminya? Dalam berbagai program pengembangan kepemimpinan sulitnya leader membangun komunikasi dengan generasi yang lebih muda senantiasa menjadi bahan diskusi yang seru. “Urusan perbaikan proses, kebijakan dan masalah peralatan itu mah gak susah-susah amat, pak/bu. Buat saya yang susah dan menantang dari menjadi pemimpin itu mengelola people-nya. Anggota tim saya sekarang usianya rata-rata 10 – 15 tahun di bawah saya. Mereka itu cara dan sikap kerjanya beda banget dengan saya dulu.”
Bukan, ini bukan tentang “Gen Z” yang bermasalah ataupun “Gen X dan “Baby Boomer” yang kolot dan tidak mau berubah. Namun, memang perbedaan sikap kerja, harapan dan nilai-nilai yang dibawa oleh setiap generasi ini nyata adanya dan perlu disikapi serius. Bayangkan jika leader terus kesulitan berkomunikasi dan tidak terkoneksi secara hati dengan anggota timnya. Tentunya lingkungan kerja menjadi tidak nyaman, diskusi sekedar basa-basi, informasi tidak mengalir dengan baik bahkan pesan jadi sering disalahartikan. Dampaknya akan nyata terasa pada produktivitas dan kinerja leader, individu, juga organisasi.

Singkat kata, leader ingin ada jawaban yang spesifik, “Jadi, saya harus bagaimana menyikapi generasi sekarang ini?”. Sejauh pengalaman saya, ada formula “Ajaib”-nya: Coaching! Pada Generasi Z, Leader perlu menggeser gaya komunikasinya dari arahan yang berorientasi: “Target! Target! Target!”, menjadi dialog dengan pendekatan coaching yang berfokus pada pengembangan dan pertumbuhan diri anggota tim (yang dibutuhkan untuk mencapai target). Jadi produktivitas dan kinerja di dorong melalui pengembangan diri setiap anggota tim. Sasaran dari percakapan coaching adalah, teman-teman Gen Z akan dapat memahami kesempatan bertumbuh, serta makna dari peran dan kontribusinya, sehingga mereka pun memiliki “ownership”, bersemangat dan termotivasi untuk menunjukkan kinerja terbaiknya.
Apa dasar yang membuat saya mengatakan ini “formula ajaib”? Karena coaching sepenuhnya mampu menjawab apa yang menjadi harapan dari Gen Z. Harapan mereka sesungguhnya sederhana saja
- Kesempatan Pengembangan Diri: Generasi sekarang sangat menghargai kesempatan untuk belajar, berkembang dan fokus pada pertumbuhan pribadi dan professional. Sebuah survei oleh LinkedIn Learning (2022) menunjukkan bahwa 76% karyawan ingin bekerja di organisasi yang mendukung pengembangan diri mereka.
- Budaya Feedback dan Komunikasi Dua Arah. Generasi sekarang sangat menghargai keterbukaan dalam komunikasi. Mereka ingin pemimpin yang yang mendengarkan, memberikan feedback jujur, dan menciptakan ruang di mana mereka dapat terbuka menyampaikan pandangan tanpa rasa takut
- Menemukan Makna dan Tujuan Lebih Besar dari Pekerjaan. Bagi generasi saat ini, pekerjaan bukan hanya tentang gaji, tetapi juga tentang makna dan kontribusi. Survei Deloitte Millennial Survey (2023) mengungkapkan bahwa banyak karyawan muda mencari pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Leader terkadang beralasan tidak punya waktu untuk melakukan coaching. Padahal jika dilihat manfaatnya, investasi waktu untuk melakukan coaching akan berdampak luar biasa, khususnya untuk menjembatani perbedaan antar-generasi ini. Dan, jika kita mempelajari esensi coaching, kita akan menyadari bahwa tidak sesulit itu juga melakukannya dalam keseharian di organisasi.
Saran saya, mulailah dengan melatihkan ketrampilan inti coaching sebagai bagian dari peran leader dalam keseharian kerja:
- Bangun hubungan baik dengan terlibat dalam kegiatan santai dan informal. Ini penting karena percakapan pengembangan diri yang efektif ditentukan dari seberapa anggota tim nyaman dan percaya pada leader-nya.
- Niatkan untuk lebih mendengar aktif. Hargai apapun yang menjadi aspirasi dan harapan Gen Z. Stop untuk selalu ingin benar, mengkritisi ataupun memberi penilaian.
- Saat ada masalah di pekerjaan, fokus pada solusi dan langkah nyata yang perlu dilakukan ke depan, bukan berkutat pada menguliti masalah yang membuat anggota tim menjadi defensif.
- Jadilah Teman, Mitra. Luangkan waktu 15 Menit dalam seminggu untuk mendiskusikan apa yang menjadi peluang untuk pengembangan diri mereka dari project dan tugas-tugas yang dikerjakannya pada minggu itu.
- Sadari setiap anggota tim memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi lebih baik. Berikan umpan balik dari pengamatan Anda sebagai leader, jika apa yang dilakukan tidak sejalan dengan pengembangan diri mereka.
- Minta anggota tim menuliskan Individual Development Plan, lalu fasilitasi dan beri dukungan penuh untuk mewujudkan rencana pengembangan diri itu.
Daripada terus mengeluh sulit berkomunikasi dan “tidak nyambung” dengan generasi yang lebih muda ini, mari kita arahkan saja energi kita dan berinvestasi waktu untuk mempelajari dan menerapkan ketrampilan coaching ini.
Lihat juga video Pentingnya Membangun Hubungan bagi Seorang Pemimpin!
Artikel Karya: Sylvina Savitri, ACC – LCACCP Batch 02