Mengenali Potensi Coaching Dalam Kehidupan Sehari-hari
“Life Coaching? Apanya yang di coaching, emang mau jadi atlit?” begitu reaksi yang saya terima dari seorang teman beberapa tahun yang lalu ketika saya memulai perjalanan coaching saya. Pada saat itu, motivasi saya amat sangat sederhana, yaitu mencari jalan untuk memberdayakan klien saya melalui coaching. Sebagai seorang Manager dari Lembaga Swadaya Masyarakat di Hong Kong, yang tujuannya adalah memberi penerangan hukum dan pendampingan dalam masalah ketenagakerjaan, saya menyadari bahwa tidak cukup untuk orang mengetahui hak-haknya, tetapi dia harus merasa bahwa dia berhak untuk mendapatkan hak-haknya tersebut. Oleh karena itu saya berusaha mencari jalan, bagaimana berkomunikasi dengan seseorang sehingga client saya itu mempunyai ownership atas hak-haknya sendiri. Ini yang membuat saya memulai perjalanan coaching saya sekitar 10 tahun yang lalu dengan mengikuti dua modul kursus dari Meta Coaching.
Merasa mendapatkan apa yang saya cari, saya kembali menekuni kehidupan saya. Saya merasa ilmu yang saya dapatkan dari dua modul tersebut memberikan saya tools membuat klien saya menjadi percaya diri dalam menuntut haknya sebagai pekerja.
Coaching Memberikan Tujuan Hidup
Merasa hidup berjalan dengan lancar dan menyenangkan, saya tidak melanjutkan pembelajaran coaching saya. Malah saya belajar energy healing, intuisi dan menjadi salah satu fasilitator di Access Consciousness.
Tetapi tantangan baru muncul ketika kedua anak saya memutuskan pindah ke Australia. Pada saat itu, saya merasa ada kekosongan karena tidak terpikirkan sebelumnya bahwa kedua anak saya memilih untuk pindah negara pada usia merekea yang belia. Tetapi, seperti kata orang, ketika kita merasa siap dan pada saat itu guru akan muncul, ketemulah saya dengan Dream Builder Programme. Setelah ikut proses online dan offline coaching programme melalui Dream Builder Programme dari Mari Morissey, saya kembali merasa antusias dengan kehidupan saya, karena saya kembali mempunyai tujuan yang membara untuk menciptakan kehidupan saya sendiri.
Coaching Sebagai Karir Kedua
Ketika saya memasuki umur 50 tahun, dan ketika saya merefleksi kehidupan, saya merasa bersyukur karena walaupun saya kaum minoritas yang tinggal di Hong Kong dan berkarir diarea Non-Profit, saya mempunyai kehidupan yang luar biasa. Saya menerima penghargaan dari Chief Executive Hong Kong SAR, Mr. Donald Tsang JP, di tahun 2016. Diundang menjadi Fasilitator of Change di Amerika oleh organisasi Opportunities Collaboration di tahun 2008; menjadi salah satu finalist Women of Hope di tahun 2010 dan menjadi TEDxSpeaker ditahun 2017. Semua itu membuat saya merasa bahwa mungkin ini saatnya untuk memberikan kembali kepada komunitas.
Pada awalnya saya memilih untuk memfokuskan pelayanan saya kepada wanita yang harus berjuang sendirian, karena berpisah dengan pasangan atau wanita yang berada dalam challenging relationship. Tetapi setelah saya melewati lebih dari 100 jam coaching hours, saya merasa bahwa saya tidak hanya menikmati memberikan coaching kepada wanita, tetapi juga pengusaha atau executive dan membantu merekea dalam proses pengambilan keputusan atau dalam proses berstrategi.
Saya memilih Coaching karena saya melihat ada beberapa kelebihan dari coaching:
- Menggunakan pertanyaan yang tidak mengarahkan
Karena dengan bertanya, ini membuka pintu bagi kita untuk melihat hal-hal yang sebelumnya kita tidak pertimbangkan .
- Adanya proses yang berkesinambungan
Untuk melakukan perubahan, diperlukan proses. Pengalaman saya sebagai fasilitator/guru, terkadang satu kelas tidak cukup. Dibutuhkan proses untuk merubah cara berpikir atau bertindak. Dengan coaching yang biasanya dilakukan lebih dari satu sesi, membuat proses perubahan ini terjadi secara berkesinambungan.
- Adanya akuntabilitas
Berlainan dengan kelas yang hanya one off, dan tanpa akuntabilitas, seorang coach juga menjadi akuntabilitas partner dari coachee, sehingga ini membuat coachee untuk bergerak maju.
Dalam perjalanan saya untuk membangun coaching hours, yang sebagian saya lakukan dengan Peers2Peers coaching, secara pribadi saya merasa amat tertolong karena saya mempunyai partner dalam bouncing idea, menggali potensi dan menguraikan benang kusut dalam kepala. Ini meningkatkan awareness saya terhadap diri saya sendiri dan membuat kehidupan saya lebih mudah dan menyenangkan.
Mengambil Kualifikasi Coaching tambahan di LOOP Institute
Walaupun saya sudah mempunyai kualifikasi coaching dari Dream Builder Programme (USA), dikarenakan saya berkeinginan untuk kembali ke Indonesia, saya merasa memerlukan kualifikas local Indonesia yang juga memberikan kesempatan bagi saya untuk mengambil kualifikasi internasional dari International Coaching Federation (ICF). Untungnya pada saat itu sedang pandemic, sehingga dimungkinkan untuk belajar online.
Seorang teman dan juga coach terkemuka di Indonesia merekomendasikan Loop Institute sebagai lembaga coaching berkredibilitas di Indonesia yang juga membuka kesempatan untuk saya menjadi Coach yang terakreditasi di International Coaching Federation (ICF).
Pada saat ini, saya sedang mempersiapkan diri untuk mengambil akreditasi international saya. Saya merasa saya telah mengambil tindakan tepat, karena dengan belajar Coaching di Loop Institute, network saya di Indonesia menjadi lebih terbuka. Hal ini dikarenakan Loop Institue juga memberikan saya kesempatan untuk bergabung diacara komunitas mereka.
Saya juga merasa bersyukur, walaupun pembelajaran coaching saya meliuk kesana kemari, semua pengalaman dan pembelajaran saya memperkaya perspektif saya sebagai seorang Coach. Seperti yang dikatakan artis Jessica Alba: “The more life experience you get, the better you’ll be at whatever you want to do!”
Artikel karya: Devi Novianti, LCPC – CPCP 43