Karyawan di hadapan saya tertunduk lesu, wajahnya terlihat suram dan pikirannya nyata-nyata kusut. Ia baru saja mendapat teguran dari atasannya karena kinerjanya yang buruk. Parahnya teguran tersebut bukan yang pertama kali diterimanya. Beberapa waktu berselang ia pernah mendapat teguran serupa karena kualitas laporan yang dibuatnya dianggap kurang berbobot, dan atasannya terpaksa melakukan banyak revisi pada laporan tersebut. Alih-alih mendapatkan bimbingan untuk memperbaiki kinerja, atasannya justru melemparnya ke Departemen SDM untuk dialihtugaskan.
Mengalihtugaskan/memutasikan karyawan ke Departemen lain atau jabatan lain dalam satu perusahaan bukanlah hal yang mudah dan tidak serta merta merupakan jalan keluar. Meski berada dalam kategori level jabatan (job grade) yang sama belum tentu karyawan yang bersangkutan memiliki kompetensi yang dibutuhkan pada jabatan lowong yang yang tersedia. Alhasil perusahaan justru memindahkan persoalan dari satu Departemen ke Departemen lainnya. Dilain pihak, karyawan pun kehilangan semangat kerja karena menghadapi situasi yang penuh tekanan dan keterpaksaan.
Kejadian diatas kerap berulang dalam beragam versi yang berbeda, yang intinya mengindikasikan adanya efektivitas kepemimpinan (leadership) yang rendah di perusahaan kami, serta ethos kerja (morale) yang perlu ditingkatkan. Untuk memperbaiki situasi tersebut, CEO kami segera mencanangkan dikembangkannya Budaya Coaching di perusahaan.
Apa Itu Budaya Coaching?
Budaya Coaching terjadi manakala perusahaan memberdayakan para pimpinan/manager untuk melakukan coaching yang dapat mendukung, memotivasi dan mengembangkan seluruh karyawan (Erin Spargue, Unboxed Training & Technology, 2020)
A coaching culture is when an organization leverages coaching practices that enable managers to coach, motivate, and develop employees.(Erin Sprague. Unboxed Training & Technology, 2020)
Dalam Budaya Coaching ketrampilan coaching merupakan ciri yang melekat pada gaya kepemimpinan efektif para manager. Dengan sepenuh hati para pimpinan/manager mendorong pertumbuhan karyawan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Mereka membangun percakapan yang bermakna, serta memberikan umpan balik yang konstruktif guna mendorong tercapainya tujuan perusahaan.
Coaching itu sendiri diartikan sebagai sebuah proses membangun kesadaran diri untuk menemukan potensi terbaik melalui percakapan bermakna untuk mencapai tujuan (Loop Institute of Coaching, 2023).
Mengapa Budaya Coaching?
Budaya Coaching menjawab kebutuhan karyawan akan pimpinan/manager yang bersikap terbuka dan bersedia menerima ide-ide/masukan yang berasal dari bawahan. Pada budaya coaching para pimpinan berupaya menghindari micro-management agar bawahan terhindar dari perasaan terintimidasi, karenanya karyawan mampu memberikan solusi kreatif pada permasalahan yang dihadapi. Pada Budaya Coaching para pemimpin juga mampu mendorong karyawan untuk keluar dari comfort zone, mengembangkan potensi yang dimiliki, serta memberikan dukungan untuk mengambil peran yang lebih aktif. Dampaknya, karyawan memiliki kepercayaan diri yang lebih baik dan rasa ikut memiliki (sense of ownership). Dalam iklim/budaya yang demikian engagement karyawan justeru meningkat,
Gallup (Unbox Training & Technology, 2020) menambahkan bahwa peningkatan engagement karyawan pada perusahaan yang mengembangkan Budaya Coaching akan diikuti oleh peningkatan kinerja (performance) karyawan, dan terbukti menghasilkan pertumbuhan perusahaan sebagai berikut:
- 41% Penurunan absensi
- 17% Peningkatan
- produktivitas 10%
- Peningkatan Pelanggan 20%
- Peningkatan Penjualan 21%
- Peningkatan Laba
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengembangkan Budaya Coaching di perusahaan akan memperbaiki ethos kerja, mendongkrak kinerja (performance) karyawan , dan tentu saja mengakselerasi pertumbuhan perusahaan.
Baca juga artikel Budaya Coaching Dibangun di atas Keyakinan!
Artikel karya: Lindri Tyasneki, LCPC – Batch 53