Coaching adalah usaha yang unik. Coach bermitra dengan klien dalam proses transformatif yang memberdayakan dan menginspirasi mereka untuk mencapai potensi maksimal mereka. Proses coaching adalah tentang bergerak maju, bekerja dengan klien untuk meregangkan dan mencapai tujuan yang dia inginkan.
Gambar 1 mengilustrasikan konsep ini.
Coach memberikan referensi yang stabil dengan mendukung klien dalam perjalanannya dari tempat atau sikap A ke B. Pada dasarnya, ini adalah tentang memfasilitasi perubahan atau transformasi dalam diri klien. Coaching sering digunakan untuk membantu individu saat mereka mempersiapkan atau pindah ke tugas baru, meningkatkan kebiasaan kerja, beradaptasi dengan lingkungan yang berubah atau mengatasi hambatan tertentu.
The Case for Coaching
Academic research dan organizational evaluation telah menunjukkan efektivitas coaching profesional. Sebuah meta-analisis dari 18 studi kuantitatif coaching organisasi menunjukkan bahwa coaching memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, keterampilan, wellbeing, mengatasi, sikap dan pengaturan diri (Theeboom, Beersma, & van Vianen, 2013).
Sementara itu, manajer dan pemimpin di organisasi dimana coaching digunakan telah melaporkan sejumlah efek positif, termasuk peningkatan fungsi tim, peningkatan keterlibatan, peningkatan hubungan karyawan dan peningkatan komitmen (Human Capital Institute & International Coach Federation, 2014).
Element of Coaching
Coaching umumnya dianggap sebagai fenomena baru di dunia bisnis; namun, seperti yang diilustrasikan Gambar 2, ia dapat melacak akarnya ke banyak bidang, termasuk Human Potential Movement (HPM) tahun 1960-an, filsafat, bisnis, dan psikologi humanistik, di antara tradisi lainnya (Stein, 2003; Brock, 2008).
HPM dan program Large Group Awareness Training (LGAT) terkait, berusaha untuk meningkatkan kesadaran diri individu, memfasilitasi pertumbuhan dan menginspirasi individu untuk mencari potensi penuh mereka (Finkelstein, Wenegrat, & Yalom, 1982). HPM dan, selanjutnya, coaching dipengaruhi oleh pionir psikologi humanistik, termasuk Carl Rogers dan Abraham Maslow (DeCarvalho, 1991; Brock, 2008) dan penulis bisnis berpengaruh seperti Dale Carnegie dan Napoleon Hill (Brock, 2008).
Framework atau model konseptual yang digunakan coach dapat menjadi panduan untuk diskusi dan dapat mengarah pada kegiatan tertentu. Kerangka kerja menyediakan struktur dan fokus untuk coaching engagement.
Model GROW dipopulerkan dalam industri coaching oleh Sir John Whitmore dalam bukunya tahun 1992 Coaching for Performance: GROWing Human Potential and Purpose.
Beberapa versi model GROW ada; namun, akronim Whitmore adalah singkatan dari:
- Goals.
- Reality atau Current reality.
- Options.
- Way Forward,or what will you do.
Model GROW populer di organisasi, karena menstandarkan kerangka coaching sambil memberikan kelonggaran untuk kreativitas dan eksplorasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa pengembangan tujuan yang tepat dapat secara signifikan meningkatkan kinerja pekerjaan (Locke & Latham, 1990). Model ini mungkin terbukti efektif dalam pengaturan organisasi yang berorientasi pada tujuan tetapi mungkin tidak membantu dalam situasi ketika penemuan atau eksplorasi diperlukan.
Apa pun kerangka kerja atau model yang digunakan, penting agar coach diberi fleksibilitas untuk beradaptasi dengan apa pun yang muncul dalam sesi coaching. Setelah memperhatikan bahwa model atau teknik saat ini tidak berfungsi, seorang coach yang efektif akan secara internal merefleksikan, mengevaluasi, membiarkan keheningan dan secara terbuka mengeksplorasi jalur baru atau alternatif ke depan.
Baca juga artikel Coaching Culture dalam Perusahaan!
Artikel karya: Endah Rahmawati, LCPC – Batch 47