Karier di bidang hukum terkadang terlihat “wah”, padahal di balik itu ada tuntutan dan tekanan pekerjaan yang tinggi. Butuh mental dan mindset yang kuat untuk menjalani profesi di bidang hukum. Sama halnya ketika bicara tentang tantangan berkarier di sebuah korporasi hukum.
Tantangan Berkarier di Korporasi Hukum
Bertahun-tahun menjalani profesi sebagai pengacara di korporasi hukum, saya merasakan dan mengalami sendiri perjuangan dan pergumulan dalam menjalani profesi ini. Mulai dari ketatnya persaingan masuk ke kantor hukum papan atas, jam kerja yang panjang, lingkungan kerja yang kompetitif, sampai tuntutan untuk terus mengembangkan potensi diri dan memperkaya pengetahuan agar dapat mengikuti laju dinamika dunia hukum.
Ternyata tidak hanya saya saja yang mengalami hal ini, tapi hampir semua kawan-kawan saya yang juga bekerja di korporasi hukum, mulai dari level junior sampai level senior. Masing-masing punya tantangannya sendiri. Yang tidak dapat dipungkiri adalah tingginya tuntutan dan tekanan pekerjaan sehingga membuat profesi hukum menjadi salah satu profesi yang rentan terhadap kelelahan (burnout), stress dan masalah psikologis lainnya.
Sama halnya dengan profesi lain pada umumnya, semakin tinggi jabatan seseorang, maka semakin besar pula tanggung jawabnya. Demikian pula dalam menjalani profesi hukum. Semakin tinggi posisi seseorang di korporasi hukum, maka semakin tinggi pula tuntutan untuk memenuhi lebih banyak “billable hours” (jam yang dapat ditagih ke klien). Akibatnya, tidak banyak waktu dan energi yang tersisa untuk mengembangkan potensi diri serta memperbaiki kesehatan mental.
Pendekatan Coaching untuk Pengembangan Potensi Individu
Ada berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan potensi pribadi dan profesional seseorang, mulai dari training, mentoring sampai dengan coaching. Dari metode-metode tersebut, coaching merupakan metode pembelajaran “non-direktif” yang dapat dipertimbangkan untuk menggali potensi seseorang dengan cara membangun kesadaran dirinya.
Melalui percakapan coaching, seorang coach akan membantu coachee untuk mengeksplorasi lebih jauh pemikiran dan perasaannya terhadap situasi yang dihadapi saat ini, tujuan yang ingin dicapai, serta merancang pemikiran dan tindakan ke depannya.
Salah satu model percakapan dalam coaching yang dapat dipertimbangkan adalah metode FIRA, yakni: Fokus Tujuan, Identifikasi (Hambatan, Peluang, Solusi), Rencana Aksi, serta Akuntabilitas si coachee.
Coaching untuk Menjaga Kesehatan Mental
Isu kesehatan mental banyak ditemui pada mereka yang bekerja di korporasi hukum papan atas dengan kultur korporasi yang kompetitif. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental para profesional hukum adalah tingginya tuntutan pekerjaan tanpa diiringi dukungan dari leader untuk memberikan ruang bagi anggota tim untuk menyampaikan pemikiran dan perasaannya. Di sinilah keterampilan coaching bagi seorang leader dapat berperan untuk menjaga kesehatan mental para anggota timnya.
Seorang leader yang dibekali dengan keterampilan coaching akan lebih banyak mendengarkan secara aktif serta memberikan ruang seluas-luasnya kepada anggota timnya (selaku coachee) untuk melakukan sebagian besar pembicaraan. Leader dengan keterampilan coaching juga akan memberikan perspektif baru untuk membantu anggota timnya mengubah pola pikir, mengelola emosi dengan lebih baik, dan mengatasi masalah dengan lebih efektif.
Baca juga artikel Leader as Coach!
Korporasi hukum dapat mempertimbangkan metode coaching serta keterampilan coaching untuk menjawab kebutuhan pengembangan potensi individu sekaligus menjaga kesehatan mental para professional dalam korporasi hukum.
Saksikan video Tips Memastikan dan Menjaga Komitmen Tim Kerja!
Artikel Karya: Juni Dani, LCPC, LCACC – LCACCP 01