Paul G.Stoltz & Adversity Quotient
Paul G. Stoltz, pernah dengar nama itu? Adversity Quotient, Pernah dengar istilah itu?
Lalu, apa hubungan keduanya? Kalau Anda belum pernah mendengar atau membaca tentang keduanya, ijinkan saya beritahu. Adversity Quotient adalah judul buku yang ditulis oleh Paul G.Stoltz tahun 1997, sekitar dua tahun setelah dunia digoncangkan oleh publisitas Emotional Quotient-nya Daniel Goleman. Dan setelah itu, sejumlah penulis menawarkan berbagai jenis “quotient” lainnya (dengan atau tanpa penelitian yang mendalam).
Table of Contents
Terjemahan Adversity Quotient
Apa terjemahan yang tepat untuk Adversity Quotient (AQ) ini?
Kecerdasan mengatasi kesulitan, kecerdasan mengubah masalah menjadi berkah, dan kecerdasan. adversitas adalah beberapa “terjemahan” yang digunakan kawan-kawan di Indonesia. Adversity sendiri punya sinonim nasib buruk, kemalangan, kesulitan, masalah, dan sejenisnya. Jadi, upaya menerjemahkan kata itu cukup sah buat saya. Namun untuk kepentingan tulisan ini, mari kita gunakan saja singkatannya: AQ.
Salah satu tiang utama penopang teori AQ adalah asumsi bahwa “kejadian atau peristiwa itu tidak penting, namun tanggapan atau respons terhadap kejadian itulah yang akan menentukan masa depan”. Kejadian yang menimpa diri Anda itu tidak penting, tetapi bagaimana dan apa tanggapan Anda atas kejadian tersebut lah yang menentukan.
Contoh 1
kejadian: Atasan memarahi Anda karena laporan yang tidak akurat. Tanggapan: Anda membenci dan menganggapnya kejam.
Akibat atau hasilnya, hubungan Anda dengan atasan memburuk dan karier Anda terancam. Atau kejadian yang sama Anda tanggapi dengan melakukan instropeksi, berusaha memperbaiki kinerja, dan minta maaf atas ketidaktelitian Anda. Maka, akibatnya hubungan Anda membaik dan karier Anda tidak terancam.
Contoh 2
Kejadian: Anda mendapatkan warisan dari orangtua sebesar 5 miliar rupiah.
Tanggapan: Anda menggunakannya untuk membeli mobil mewah dan liburan keluar negeri, ke Amerika selama dua seminggu, ke Eropa selama dua minggu, dan ke Australia selama seminggu—sesuai dengan cita-cita yang sudah lama Anda impikan.
Hasilnya, warisan Anda ludes dalam sekejap. Atau, warisan yang sama Anda gunakan untuk membeli reksadana saham sebagai persiapan pensiun senilai dua setengah miliar; satu setengah miliar berikutnya Anda tabung dalam bentuk reksadana campuran untuk dana pendidikan ke universitas untuk tiga anak Anda yang sekarang berangkat remaja; sepuluh persennya Anda sumbangkan untuk amal dan sedekah anak yatim; sepuluh persen yang terakhir Anda gunakan untuk renovasi rumah, deposito dana darurat, dan sebagainya. Hasilnya, anak-anak lebih terjamin pendidikannya dan Anda siap menjemput masa pensiun kelak dengan gembira.
Contoh 3
Kejadia: Kekasih yang sangat Anda cintai, meninggalkan Anda untuk menikah dengan teman karib Anda,
Tanggapan: Anda merasa terhina, kemudian melabrak mereka berdua dan melukai wajah mereka berdua.
Hasilnya, Anda ditangkap polisi dan diproses hukum hingga masuk penjara. Atau kejadian yang sama Anda tanggapi dengan bersyukur, menganggap bahwa mungkin itu juga berkah terselubung dari Tuhan. Anda bahkan datang ke perkawinan mereka dan mendoakan mereka dengan ikhlas agar menjadi pasangan yang berbahagia. Hasilnya, Anda tenang untuk melangkah dan mencari pasangan baru pengganti kekasih tersebut.
Kejadian + Tanggapan = Hasil
Dalam tiga contoh di atas ada rumus bakunya, yakni: Kejadian + Tanggapan = Hasil (K+T=H).
Dan hasil dari proses “kejadian” dengan “tanggapan” itu lebih banyak ditentukan oleh “tanggapan” Anda atas “kejadian”. Bukan didikte oleh “kejadian” itu sendiri. Anda bisa membuat atau mengolah setiap kejadian agar menjadi “kutuk” atau menjadi “berkah”. Anda bisa membuat peristiwa apapun menjadi pemicu untuk maju, atau penghancur semangat juang. Anda bisa membuat perlakuan-perlakuan orang yang tidak adil menjadi pemicu untuk bersikap adil, memperjuangkan keadilan, mengabdikan diri sebagai penegak hukum yang sungguh-sungguh, atau perlakuan yang tidak adil itu justru menghancurkan motivasi anda untuk hidup dan berkarya.
Sungguh kita patut tak henti bersyukur bahwa Tuhan menciptakan kita semua (manusia) sebagai mahluk dengan kemampuan memberikan tanggapan-tanggapan secara kreatif. Output yang dihasilkan oleh manusia tidak selalu sama dengan input, karena kita bukan mesin produksi dipabrik. Kemalangan, dukacita, kesengsaraan, musibah, dan bencana, bisa kita tanggapi dengan konstruktif, beriman, berimajinasi, rekonstruksi memori, berpikir logis dan bertindak taktik, sehingga kemudian muncullah keriangan, suka cita, damai sejahtera, kebajikan, kearifan, dan sebagainya. Batas-batas kreativitas itu bahkan belum sepenuhnya bisa terpetakan oleh para periset dan cendikiawan yang pernah hidup sampai hari ini. Itulah sebabnya, berbagai kejadian yang paling buruk sekalipun bisa memunculkan inspirasi dan karya luar biasa dalam sejarah.
Apakah dengan memahami resep sukses bahwa K+T=H akan membuat Anda sukses? Itu saya tak berani jamin. Sebab bukan resep sukses ini yang penting, melainkan bagaimana sebuah resep sederhana ini Anda praktikkan dalam hidup, itulah yang paling menentukan. Dan kalau menggunakan cara berpikir AQ, maka resep sukses kali ini tidak lebih dari kejadian (K), sedangkan tanggapan (+T) Anda atas resep sukses inilah yang justru lebih menentukan hasilnya (=H).
Menggali Potensi Diri
Setelah memahami apa itu Adversity quotient, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana kita bisa menggali dimensi-dimensi dalam kecerdasan itu untuk memaksimalkan potensi diri.
Ada berbagai cara / tools untuk menggali kecerdasan tersebut. Baik yang dilakukan sendiri ataupun bantuan coach profesional. Proses menggali potensi diri melalui bantuan coach profesional biasa disebut proses coaching.
Proses coaching adalah proses untuk menggali pemikiran / kecerdasan kreatif untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional untuk memecahkan masalah. Proses ini berfokus pada masa kini dan masa depan. Dengan fokus pada tujuan yang ingin dicapai, proses coaching ini mampu menumbuhkan dan mengembangkan diri melalui pembangunan kesadaran dan penggalian potensi terbaik dari klien / coachee.
Hubungan yang terjadi pada sesi coaching melibatkan dialog dua arah antara coach dan coachee, dan bukan berupa arahan atau instruksi satu arah. Proses ini berfokus pada pencapaian, pengembangan positif dan objektif untuk mencapai kesepakatan bersama yang bertanggung jawab.
Disinilah peran coach dalam meng-Coaching mampu mendorong klien / coachee menemukan dan mencapai potensi terbaik, mengidentifikasi impian, mengenali posisi, dan membimbing dalam menciptakan kehidupan yang lebih bahagia, positif, dan sukses, sehingga coachee mampu mengendalikan perubahan pribadi atau profesional.
Lihat juga artikel Peran Kreativitas dalam Proses Coaching!
Artikel karya: Ardy Denta Utama, LCPC – batch 51