Temukan Versi Terbaikmu~
Alkisah, seorang pemuda yang memiliki kebiasaan positif di pagi hari. Secara rutin, ia melakukan olahraga ringan dengan berjalan 30 menit dan dilanjutkan membaca buku di taman. Hingga suatu hari, pandangan matanya tertuju pada bunga-bunga di taman yang di sekitarnya dikelilingi kupu-kupu dengan warna warni yang indah.
Ia pun beranjak dari tempatnya membaca dan mendekati bunga-bunga tersebut. “Ah, indah dan segar,” sebutnya dalam hati sambil tersenyum. Kemudian Ia melihat ragam kupu yang ada dengan takjub. Lama sekali ia tak melihat pemandangan seperti ini karena kesibukannya di kantor. Pun ketika di taman, ia seringkali tidak membangun kesadaran dirinya terhadap sekitarnya.
Tak sengaja, pandangannya teralihkan pada kepompong yang ada di salah satu bunga. “Menarik” Kepompong ini akan bertransformasi menjadi kupu-kupu. Pasti seindah kupu-kupu lainnya. Maka, ia pun memutuskan untuk mengikuti proses yang dialami kepompong itu.
Hari-hari berikutnya, setelah berolahraga dan membaca buku, ia menyempatkan menyambangi kepompong dan mengamati apa yang dilihatnya. Semakin hari, Ia mengembangkan harapan besar dalam hatinya, akan seperti apa kepompong ketika menjadi kupu-kupu.
Suatu hari, ia mulai melihat dengan lebih jelas geliat kupu-kupu dalam selaput kepompong. Lama ia pandangi, bagaimana kupu-kupu bergerak dan berusaha keluar dari selaput kepompongnya. Ah, mungkin besok kupu-kupunya sudah keluar. Begitu gumamnya.
Keesokan harinya, pemuda ini terlihat gelisah saat akan berangkat berolahraga. Beberapa kali, ia keluar masuk rumah sebelum memutuskan kembali ke kamar dan mengambil sebuah benda, yang dimasukkan ke dalam saku jaketnya. Ia lantas berangkat ke taman. Kali ini, ia tidak langsung berolahraga dan membaca di taman, melainkan langsung menuju ke bunga yang ada kepompongnya. Di situ, ia masih saja melihat kupu-kupu berjuang keluar dari selaput kepompongnya. Bedanya, geliatnya lebih keras. Timbul rasa kasihan pada diri pemuda ini, bercampur penasaran melihat kupu-kupu tersebut terbang tinggi dengan bebas. Ia pun mengambil benda dari jaketnya, yang ternyata adalah silet. Kemudian ia mulai menyiset selaput kepompong pelan-pelan hingga kupu-kupu dengan terbebas dari selaputnya.
Si pemuda kaget dengan apa yang terjadi di depannya. Kupu-kupu yang diharapkan bisa terbang tinggi dan menunjukkan warnanya yang indah ternyata terjatuh dan hanya bisa mengepak-kepakkan sayapnya. Beberapa kali mencoba terbang, namun hanya sesaat, lalu terjatuh lagi. Ia pun lemas dan bingung.
Tiba-tiba sebuah kesadaran muncul dalam dirinya dari satu artikel yang pernah dibacanya. Ketika menggeliat dalam selaputnya, tidak hanya kupu-kupu sedang berlatih mengepakkan sayapnya, namun ada proses kimiawi yang terjadi di sana untuk menguatkan otot-otot sayapnya. Proses ini sudah diatur Yang Maha Kuasa dalam hitungan waktu yang sempurna sehingga saat selaputnya lepas, kupu-kupu bisa terbang tinggi dengan kuat.
Si pemuda sontak menyesal sekali dengan apa yang telah dilakukannya. Ia menghilangkan proses berkembangnya kupu-kupu hanya karena keegoisannya ingin melihat kupu-kupu ini lebih cepat keluar dan terbang bebas. Ia lupa dengan proses yang harus dijalani kupu-kupu itu. Awalnya, ia berpikir apa yang ia lakukan adalah suatu kebaikan. Pada akhirnya, ia menyadari bahwa proses yang instan justru melemahkan kupu-kupu.
Sahabat, seberapa sering kita melakukan hal serupa dengan pemuda ini? Terhadap diri kita, terhadap anak-anak kita, terhadap keluarga dan orang-orang yang kita sayangi, terhadap tim kita, terhadap orang-orang di sekitar kita. Niat baik kita untuk membantu, justru berujung pada melemahkan, menjatuhkan, tidak membuka potensi terbaik atau resources yang dimiliki orang tersebut.
Kita mempercepat proses tumbuh kembang seseorang dengan langsung memberikan trik, tips, arahan, petunjuk, dan bahkan mengambil alih prosesnya. Harapannya agar cepat, agar lebih baik, atau karena kita belum percaya kepada orang tersebut? Alih-alih berusaha membantunya dengan membangun kesadaran tentang diri dan situasinya, mengeksplorasi potensi dan kreatifitasnya, membangun aksi dan komitmennya untuk lebih bertanggung jawab dalam membuat keputusan dan mengembangkan diri terbaiknya, menurut versi dirinya sendiri.
Manusia diciptakan unik, dengan sumber daya diri yang luar biasa sebagai bukti Tuhan menyayangi mahluknya. Berbagai tantangan hidup bisa jadi merupakan upaya Tuhan agar manusia mentadaburi apa yang ada di dalam dirinya, mengenali diri dan potensinya (Human Potential), tumbuh dan berkembang dengan kekuatannya, sehingga lebih khusyuk dalam bersyukur.
Sudahkah Anda menemukan versi terbaik Anda? Coaching menjadi pendekatan yang tepat untuk menggugah kesadaran diri, menelusuri diri terbaik, mengeksplorasi potensi dan sumber daya diri, mendorong aksi dan komitmen agar kita sampai pada tujuan yang ingin kita capai dengan lebih produktif dan menurut versi terbaik kita sendiri.
Temukan dan segera hubungi Coach Anda! 😊
Baca juga artikel pengalaman bermakna dari proses belajar coaching!
Artikel Karya: Vanda Rossdiana, LCPC – batch 38
Saat ini Kelas Pelatihan Coaching Bagi Pendidik telah dibuka Kembali, Cek Programnya disini!