Coaching untuk pendidikan di masa pandemi , Pandemi Covid-19 tak pelak menimbulkan banyak perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Kebijakan karantina yang dilakukan pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, menyebabkan seluruh institusi penyedia layanan pendidikan mengubah bentuk pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring atau jarak jauh. Sekolah atau institusi pendidikan lainnya yang terbiasa mengambil kontrol atas proses pembelajaran siswa, kini beralih fungsi menjadi pemandu belajar jarak jauh (Siahaan, 2020).
baca juga artikel mengenai : 4 Manfaat Coaching
Banyak guru mengeluhkan kesulitan mengontrol proses belajar siswa karena tak berada di tempat yang sama dengan para siswa. Termasuk keluhan para guru diantaranya, siswa yang tidak konsentrasi selama pembelajaran via zoom, siswa yang tidur, tidak menyalakan kamera, dsb. Kehadiran pandemi secara mendadak di seluruh dunia, menimbulkan ketidaksiapan semua pihak menghadapi perubahan. Termasuk guru, siswa, dan orang tua. Apakah kini proses belajar siswa masih efektif? Dan apakah selama ini proses belajar efektif, jika ternyata siswa tak bisa belajar tanpa pengawasan langsung para guru? Apakah selama ini siswa belajar untuk guru, atau untuk dirinya sendiri?
“Too much instruction makes young people too dependent on the teacher.”
(Abbott & Ryan, 2000 dalam Turnbull, 2009).
Tampaknya selama ini proses belajar siswa sangat terpaku pada instruksi guru dan sekolah. Siswa sebagai individu yang menjalani proses pendidikan dan proses belajar kurang diberdayakan. Kita terlalu berfokus menyerahkan pendidikan ke tangan “sekolah”. Kita lupa, bahwa pusat pendidikan bukanlah sekolah atau universitas, melainkan diri siswa sendiri, sebagai individu yang menjalani pendidikan.
Dampak krisis terhadap proses belajar dalam pendidikan akan berkurang, seandainya selama ini kita sibuk merangsang kemampuan dan kemauan belajar dari dalam diri siswa serta membantu siswa menjadi pembelajar mandiri, dan bukan sibuk “menyuapi” siswa dengan materi dan target kurikulum semata. Pandemi ini mengajarkan kita untuk membantu siswa kita “belajar makan sendiri” dan bukannya terus “menyuapi”.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita membantu siswa untuk menjadi pembelajar mandiri?
Coaching adalah salah satu proses yang digunakan untuk membantu pengembangan diri maupun organisasi yang berbeda dengan mentoring, konsultasi, dan training. International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kerjasama (partnership) antara klien dan coach dalam dialog untuk provokasi berpikir dan proses kreatif yang menginspirasi klien untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesionalnya. Di Indonesia, coaching banyak digunakan oleh perusahaan dan organisasi untuk mengembangkan organisasi maupun individu di dalamnya. Sayangnya, masih sangat sedikit institusi penyedia layanan pendidikan yang menerapkan coaching untuk memaksimalkan proses belajar siswa. Lantas,
bagaimana coaching dapat membantu proses belajar siswa?
“Menyuapi” informasi kepada siswa terbukti bukan cara efektif untuk belajar. Sebagai contoh, peringatan bahwa merokok merusak kesehatan telah diinformasikan disetiap iklan rokok. Namun nyatanya, masih banyak remaja dan orang dewasa yang merokok. “Menyuapi” informasi hanya memberikan sedikit efek dalam pembelajaran (Turnbull, 2009). Seseorang akan dapat membuat pilihan yang tepat jika ia terlibat secara aktif dalam proses berpikir pada isu yang terkait dengan dirinya. Proses berpikir secara aktif tidak terjadi ketika siswa “disuapi” informasi. Coaching, sebaliknya, merangsang proses berpikir siswa dengan pertanyaan. Namun lebih dari itu, coaching juga membangun kesadaran diri dan menggali potensi terdalam dari diri siswa sehingga dengan itu, siswa dapat mengembangkan dirinya, tidak hanya dalam pelajaran, namun juga dalam proses pengembangan dirinya secara utuh.
Coaching membantu siswa dan individu untuk berpikir dalam tingkatan yang lebih dalam dan lebih tinggi. Ketimbang menyuapi, seorang coach akan lebih berfokus untuk membantu individu terlibat secara penuh dalam proses berpikir terkait dengan apa yang menjadi tujuan individu tersebut. Jika dikaitkan dengan proses pendidikan secara umum, budaya coaching dalam institusi pendidikan akan membantu mengubah pola pikir guru, dari “menyuapi” menjadi “memberdayakan” siswa untuk menjadi individu pembelajar mandiri.
Artikel karya: Sulistami Prihandini, M.Si
Referensi:
Siahaan, M. (2020). Dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia pendidikan. Jurnal Kajian Ilmiah, 20(2), 1-3. Retrieved from
http://repository.ubharajaya.ac.id/4842/2/Jurnal%20PANDEMIC%20MATDIO%20S.pdfTurnbull, J. (2009). Coaching for learning: A practical guide for encouraging learning. New York: Continuum.