Istilah “coach”, di Indonesia lebih sering diartikan sebagai pelatih atau instruktur. Peran ini lebih umum dibidang olahraga, dimana peran seorang coach adalah mendampingi perkembangan seorang atlit atau calon atlit untuk mampu menguasai keterampilan yang diperlukan dan selalu memiliki motivasi dalam proses mencapai prestasinya. Hingga istilah Coaching cukup banyak dikenal seperti saat ini.
Peran coach sebagai pendamping dalam proses perjalanan karir atau hidup seseorang telah meluas ke berbagai bidang saat ini. Banyak perusahaan telah mengadopsi peran coach dalam mengembangan sumber daya manusianya, termasuk para konsultan HRD yang banyak menawarkan peran ini dalam membantu kliennya meningkatkan kemampuan karyawannya. Coaching untuk Dunia Pendidikan pun mulai mengadopsi adanya peran coach huntuk meningkatkan hasil belajar para anak didiknya. Guru-guru BP/ BK dibeberapa sekolah ternama, telah diperkaya dengan kemampuan tambahan untuk melakukan pendekatan sebagai coach terhadap anak-anak didiknya. Coach kini menjadi sebuah peran yang bisa diterapkan dimana saja dan kapan saja.
Pada perkembangannya, ada perbedaan antara peran coach dalam dunia olahraga, dengan coach pada bidang lainnya.
Proses coaching yang berkembang saat ini lebih menekankan pada proses dan tujuan yang sangat humanis, yaitu tujuan dan proses yang ditentukan sendiri oleh individu. Coach tidak lagi ‘harus’ menjadi seorang pelatih atau instruktur karena proses coaching yang dilakukan lebih berfokus pada pemberdayaan individu untuk dapat menemukan sendiri potensi dalam dirinya dan kemudian menyusun sendiri strategi yang akan dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diinginkannya.
Adanya coach tidak lantas membuat peran orang tua akan tergantikan. Pengalaman saya dengan beberapa ibu yang merujuk putra-putrinya kepada saya untuk melakukan sesi coaching, justru menunjukan bahwa anak menyambut baik saran orang tuanya untuk memiliki seorang coach.
Langkah orang tua memperkenalkan coach kepada remaja sebagai pilihan untuk memiliki tempat bicara mengenai apa saja yang dirasakan remaja sebagai bentuk nyata bahwa orang tuanya justru sangat memahami dirinya. Sebagai bagian proses pendewasaan, adanya coach akan memberikan ruang bagi remaja untuk menjadi dirinya sendiri, bebas mengeksplorasi keinginan, dan potensinya secara independen. Dimana pada saat yang bersamaan, tetap ada pendampingan dari sosok orang dewasa.
Hal ini justru dapat menumbuhkan apresiasi remaja terhadap orang tua, yang kemudian dapat meningkatkan kualitas hubungan remaja dengan orang tua. Seandainya orang tua merasa perlu terlibat dalam proses coaching, hal ini pun bisa diakomodasi. Coach dapat berperan sebagai mediator untuk mempertemukan titik dimana orang tua tetap dapat mengikuti perkembangan remaja tanpa membuat anak merasa kehilangan ruang pribadinya.
Artikel karya: Diba Nurharyati, LCPC – CPCP 38